Rabu, 27 April 2011

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI

Oleh :
MUH. RAMDIN TAHIR
(Mahasiswa Jurusan Kehutanan, Faperta, Unhalu, Kendari)


I. PENDAHULUAN



1.1 Latar Belakang

Hutan mempunyai peranan penting dalam mempengaruhi keberlanjutan lingkungan. Berdasarkan strategi pembangunan jangka panjang kehutanan tersebut, hutan yang sudah tidak produktif meliputi lahan tandus bekas hutan tebangan, rimba karet, hutan-hutan bakau, beberapa kepemilikan karet skala kecil, perkebunan sawit, dan padang rumput maka untuk mengoptimalkan fungsinya kembali pemerintah memanfaatkan hutan sebagai Hutan Tanaman Industri (HTI) dengan hasil utama kayu (sebagai bahan baku pulp dan paper). Hal tersebut telah mampu menarik banyak investor karena memiliki nilai ekonomi yang tinggi sehingga pengelolaannya dilakukan oleh swasta (pengusaha).
Indonesia memiliki sumberdaya hutan yang luas, namun dari tahun ke tahun kondisi hutan di Indonesia semakin habis, sementara usaha untuk melakukan reboisasi tidak sebanding dengan hutan yang diambil. Habisnya hutan ini, diperburuk lagi dengan kegiatan illegal logging oleh masyarakat sekitar hutan dan warga provinsi tetangga yang dimotori oleh para cukong. Adanya aksi illegal logging itu secara tak langsung berkaitan dengan akses jalan, parit atau kanal yang dibuka perusahaan yang mempunyai izin HPH dan HTI.
Selama ini pemberian izin untuk HTI sudah tidak terkendali dan banyak yang bermasalah karena tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku. Hal tersebut diperparah dengan lemahnya kontrol di lapangan sehingga terjadi kasus pembalakan liar yang menyeret pihak perusahaan HTI sebagai tersangka. Selain itu, penghentian tersebut dinilai dapat meredam munculnya konflik antara pihak perusahaan dan masyarakat. Selama ini banyak permasalahan yang timbul karena tanah adat dialihfungsikan menjadi HTI.
Menurut PP Nomor 7 Tahun 1990 mengenai hak pengusahaan hutan tanaman industri, HTI merupakan hutan tanaman yang dibangun dalam rangka meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur intensif untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri hasil hutan. Tujuan pengusahaan HTI adalah menunjang pengembangan industri hasil hutan dalam negeri guna meningkatkan nilai tambah dan devisa, meningkatkan produktivitas lahan dan kualitas lingkungan hidup, serta memperluas lapangan kerja dan lapangan usaha (PP Nomor 7 1990, pasal 2). Adanya pembangunan HTI maka diharapkan dapat menyelamatkan hutan alam dari kerusakan karena HTI merupakan potensi kekayaan alam yang dapat diperbaharui, dimanfaatkan secara maksimal dan lestari bagi pembangunan nasional secara berkelanjutan untuk kesejahteraan penduduk.
Pembangunan HTI mempunyai 3 sasaran utama yang dapat dicapai yakni sasaran ekonomi, ekologi dan sosial. Berdasarkan sasarannya, maka pembangunan HTI tentunya harus memberikan pengaruh positif terhadap kehidupan ekonomi, sosial, dan lingkungan masyarakat di sekitar kawasan HTI. Dalam mewujudkan pembangunan HTI maka banyak pihak dan stakeholder yang terlibat, salah satunya adalah masyarakat tepatnya masyarakat yang berada di sekitar kawasan hutan. Adanya peran dan partisipatif dari masyarakat sekitar, baik dalam memberikan dukungan material maupun nonmaterial serta bekerjasama dengan pihak lainnya yang terlibat dapat memperlancar dan mempercepat pelaksanaan pembangunan HTI. Oleh karena itu, masyarakat di sekitar kawasan hutan tentu akan terkena pengaruh dari pembangunan HTI baik dari segi sosial maupun ekonomi.
Pembangunan dan pengelolaan HTI dalam skala luas dan jangka panjang adalah salah satu mekanisme untuk meningkatkan kesejahteran masyarakat salah satunya yaitu dengan menyediakan lapangan kerja. Pengelolaan masyarakat dipusatkan pada kemampuan badan usaha menyediakan kesempatan kerja dan kesempatan usaha bagi masyarakat. Menurut Iskandar (2005), menyatakan bahwa ada tiga elemen primer penyediaan kesempatan kerja oleh badan usaha pembangunan HTI yakni, bekerja langsung pada perusahaan, bekerja pada perusahaan kontraktor usaha, dan bekerja untuk melayani para pekerja perusahaan.
Hubungan timbal balik antara masyarakat dengan sumberdaya hutan sebelum adanya kawasan HTI merupakan satu kesatuan ekosistem yang saling mempengaruhi, maka perlu diupayakan suatu model pembangunan kehutanan yang dipadukan dengan upaya pemenuhan kebutuhan, peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat di sekitar hutan mengingat kondisi sosial ekonomi masyarakat ini pada umumnya masih rendah. Ada beberapa persyaratan untuk manajemen hutan yang baik. Yang pertama adalah kemampuan yang memasok bahan baku secara lestari dalam jumlah yang mencukupi kebutuhan pabrik. Yang kedua pasokan bahan baku tersebut dalam kualitas yang dapat diterima pabrik dan syarat yang ketiga pasokan kayu dikirimkan dalam waktu yang telah disepakati. Syarat keempat bahwa harganyapun harus kompetitif agar harga produk akhir masih kompetitif di pasar global dan domestik dan syarat kelima adalah bahwa usaha itu harus dapat memperbaiki kesempatan kerja masyarakat sekitar kawasan HTI sekaligus memperbaiki iklim usaha seluruh kelompok masyarakat dan kelompok professional serta syarat yanag keenam adalah bahwa program pembangunan HTI harus mampu memperbaiki lingkungan. Hal ini dimanifestasikan lebih lanjut dengan pengaturan tata ruang kawasan HTI dengan menyisihkan sekitar 10% untuk membangun mempertahankan kawasan konservasi yang mungkin ada. 
Dari penjelasan di atas secara tersirat bahwa dengan terbitnya PP Nomor 7  Tahun 1990 mengubah orientasi dari rimbawan non-komersial dan rimbawan non-industri ke rimbawan komersial sekaligus rimbawan industri. Dengan program HTI nampak ada usaha yang lebih sungguh-sungguh dari pemerintah untuk membuat rehabilitasi hutan dan lahan yang rusak dan kritis dapat diarahkan agar komersial, tanpa mengabaikan perbaikan pada elemen sosial dan elemen lingkungan. Oleh karena itu, perlunya kebijakan pemerintah untuk memperbaiki elemen tersebut dengan melalui Hutan Tanaman Industri (HTI).

1.2 Rumusan Masalah
            Permasalahan dalam makalah ini yaitu sebagai berikut :
a.       1. Kriteria apa saja keberhasilan HTI ?
b.     2. Bagaimana kinerja implemenatasi HTI sebagai sebuah kegiatan ekonomi, HTI sebagai pusat pembangunan   
        kutub pertumbuhan (growt pole) daerah, HTI untuk memperbaiki mutu lingkungan dan HTI untuk  
         kesejahteraan masyarakat ?
c.     3.   Kendala apa saja yang dihadapi dalam pembangunan HTI ?

II. PEMBAHASAN

2.1  Kriteria Keberhasilan Hutan Tanaman Industri (HTI)
Kewajiban yang harus dilakukan oleh pemegang HPHTI dapat dipandang sebagai kriteria untuk menilai kinerja pembangunan HTI. Semuanya terdapat di dalam                       PP 7/1990, sebagai dasar hukum bagi dibangunnya HTI. Di dalam perkembangannya,   PP 7/1990 di cabut oleh PP 6/1999 dimana PP 6/1999 ayang semula hutan tanaman industri, berubah menjadi hutan tanaman tanpa ada industri di dalamnya. Selanjutnya PP 6/1999 dicabut oleh PP 34/2002 yang sama sekali menghilangkan aktivitas membangun dan mengelola hutan tanaman. Karena badan usaha ini mendapat izin di awal tahun 1990-an, kriteria yang berlaku adalah yang dikembangkan pada tahun 1990. Berdasarkan pada PP 7/1990, dapatlah disusun kriteria dan indikator keberhasilan pembangunan hutan tanaman. Indikator adalah elemen atau faktor yang terukur (bersifat kuantitatif) atau terdeskripsi secara kualitatif yang dapat diubah menjadi semi kuantitatif. Untuk menyusun kinerja keberhasilan pembangunan HTI data atau informasi sebaiknya bersifat kuantitatif.
Unsur-unsur kuantitatif dan kualitatif dapat dilihat pada PP 7/1990 tersebut, yang menegaskan bahwa pemegang Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri wajib untuk :
1.       Menyusun Rencana Karya Pengusahaan HTI selambat-lambatnya 18 bulan sesudah diterbitkannya SKHPHTI;
2.       Membuat Rencana Karya Tahunan yang dilakukan setiap tahun selama jangka Hak;
3.       Melaksanakan penataan batas kawasan;
4.       Mengelola kawasan pengusahaan HTI berdasarkan Rencana Karya Tahunan dan mentaati segala ketentuan yang berlaku;
5.       Dalam jangka waktu lima tahun sudah menanam sedikitnya sepersepuluh dari luas kawasan yang diberikan;
6.       Selambat-lambanya dalam jangka waktu 25 tahun sudah menanami seluruh kawasan yang diberikan dalam SK HPHTI;
7.       Membayar iuran HPHTI dan iuran hasil hutan atas hutan yag dipungut di kawasan HTI;
8.       Segera menanami kembali setelah melakukan penebangan sesuai dengan aketentuan yang beralaku.
Kriteria yang lain diperoleh dari sanksi pencabutan HPHTI yang ditetapkan dalam pasal yang ditetapkan dalam pasal 18 PP itu, yaitu bila :
1.       Tidak secara nyata melakukan usaha, dalam waktu 12 bulan sesudah diterbitkannya SK HPHTI;
2.       Tidak menyerahkan Rencana Karya Pengusahaan (RKPHTI) dan Rencana Karya Tahunan (RKTHTI);
3.       Meninggalkan kawasan selama 24 bulan berturut-turut sebelum HPHTI berakhir;
4.       Tidak membayar Iuran HPHTI dan Iuran Hasil Hutan;
5.       Oleh Menteri dinilai gagal akibat kelalaian dalam membangun HTI, setelah lebih dari lima tahun asejak terbitnya SK HPHTI;
6.       Tidak melakukan penanaman kembali selama 24 bulan sesudah penebangan;
7.       Menyalahi ketentuan yang berlaku dan melakukan kelalaian yang mengakibatkan kerusakan hutan tanaman.
Selanjunya, satu indikator yang dapat dianggap penting adalah pengembalian pinjaman yang berasal dari Dana Reboisasi (DR). Berdasarkan SK Menteri No. 375/Kpts-II/1996 telah diatur jadwal pengembalian pinjaman DR berbunga komersial bagi perusahaan patungan, yaitu dimulai tebangan tahun pertama. Bila seluruh pinjaman komersial telah dibayar, langkah berikutnya adalah mengembalikan pinjaman berbunga non persen. Pasal-pasal itu bersifat absolut sebagai petunjuk kerja bagi pelaksanaan HTI yang baik dan mematuhi hukum.
Hampir semua indikator bersifat teknik karena indikator finansial tidak berlaku mengingat program HTI adalah ide Departemen Kehutanan dan badan usaha swasta bersama BUMN adalah pelaksanaannya.

2.2  Kinerja Implementasi Pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI)
2.2.1  HTI sebagai sebuah kegiatan ekonomi
Tujuan utama pembangunan HTI adalah secara lestari memproduksi kayu bulat dari hasil HTI pada kawasan hutan yang telah ditunjuk dan ditetapkan dengan pertimbangan pembangunan HTI adalah untuk :
1.      Meningkatkan produktivitas kawasan hutan produksi tetap yang kurang produktif sebagai kawasan pembangunan hutan tanaman industri.
2.    Meningkatkan kualitas lingkungan hidup.
3.    Menjamin lestarinya persediaan bahan baku industri.
4.    Melaksanakan silvikultur intensif, yaitu tebang habis dengan penanaman kembali.
Sebagai sebuah kegiatan ekonomi, HTI tidak menarik bagi swasta. Tidak menariknya pola ini karena HTI dibangun pada kawasan hutan produksi tetap yang tidak produktif, bahkan cenderung kawasan kritis. Untuk menarik usaha pembangunan HTI skema pendanaan ditawarkan berupa Penyertaan Modal Pemerintah (PMP) dan pinjaman dengan bunga nol persen. Penyertaan DR untuk membiayai pembangunan HTI itu diatur dengan keputusan bersama (SKB) antara Menteri Kehutanan (No. 169/Kpts-II/90) dan Menteri Keuangan (No. 456/KMK.013/90, tanggal 11 April 1990. SKB itu diperbaharui tahun 1994. Dana pemerintah itu diperoleh dari pungutan Dana Jaminan Reboisasi yang kemudian diubah menjadi Dana Reboisasi (Kepres 29/1990). Intensif lain yang dikeluarkan kemudian adalah Izin Pemanfaatan Kayu (SK Menteri No. 227/Kpts-II/98 tanggal 27 Februari 1998) sebagai usaha pembersihan lahan hutan yang akan dikonversi menjadi hutan tanaman. Izin ini sesungguhnya telah mengingkari esensi pembaangunan HTI untuk memperbaiki produktivitas lahan hutan yang rusak, hutan rawang dan padang alang-alang.
Kesejahteraan pelaku manajemen HTI bergantung pada nilai ekspornya. Faktor pokok yang lain adalah bahwa hutan tanaman produknya harus lestari (sustainable). Evans (1999) menyatakan bahwa perbaikan genetik tanaman rotasi kedua dan perbaikan teknik silvikultur dapat menjamin kelestarian tersebut. Modernitas manajemen HTI dituntut untuk selalu melakukan perbaikan genetik untuk mencegah berkurangnya pasokan ke pabrik. 
2.2.2 HTI sebagai pusat pembangunan kutub pertumbuhan (growth pole) daerah
Untuk HTI sebagai pusat pembangunan kutub pertumbuhan (growth pole) daerah maka diambil salah satu contoh perusahaan HTI yaitu PT. Musi Hutan Persada yang terletak di Sumatera Selatan yang telah memberikan kontribusi bagi pembangunan ekonomi daerah tersebut. Salah satu diantaranya adalah perannya menyumbang pada Pendapatan Asli Daerah berupa pajak perseroan, retribusi dan sumbangan-sumbangan untuk kegiatan insidentil, antara lain untuk menyumbang penyelengaraan PON-2004. Peran ini dinilai murni tanpa ada kebocoaran untuk mengimpor bahan baku dan bahan penolong proses produksi.
Peran kedua adalah dalam penyediaan kesempatan kerja, baik bagi pekerja tetap maupun pekerja borongan. Sebagian besar pekerjaan diborongkan dan para pemborong telah membaik ekonominya secara sangat nyata. Misalnya seoarang pemborong yang semula tak bermodal sekarang memiliki tiga kendaraan, satu untuk pribadi, satu truk untuk pekerjaan pemborongan dan satu bus melayani rute setempat.
Disamping manfaat ekonomi dari pembangunan HTI, manfaat sosial yang diciptakannya adalah memperluas kesempatan kerja dan kesempatan berusaha termasuk usaha yang mendukung usaha pokok yaitu pembangunan HTI. Perluasan kesempatan kerja juga memperluas landasan ekonomi dan sekaligus membuat diaversifikasi usaha bagi para pelakunya.
2.2.3 HTI untuk memperbaiki mutu lingkungan
Perubahan bentang alam yang semula padang alang-alang dan semak belukar ke hutan tanaman apalagi dalam bentangan yang sangat luas, dipastikan membawa perubahan kualitas lingkungan. Semula tanah yang terbuka dan terdegradasi menjadi tertutup dan bertambahnya mulsa dari dedaunan tanaman industri yang dipastikan akan memperbaiki struktur dan kesuburan tanah. Penurunan kesuburan lahan karena kebakaran yang berulang setiap tahun pada alang-alang akan dihentikan, daya serap atau daya simpan tanah terhadap air akan membaik. Apalagi dalam proses pembangunan HTI, baik dalam pembangunan kawasan persemaian maupun pembangunan tanaman mengharuskan dibangun embung persediaan air. Dalam jangka panjang embung ini dapat berperan sebagaia waduk kecil penampung air hujan dan air yang mengalir di permukaan. Di musim kemarau air tampungan akan berguna untuk menjaga kadar air tanah, sebelum mongering. Di samping itu, perakaran hutan tanaman diduga mampu berperan menahan tanah untuk tidak terhanyutkan oleh air aliran permukaan.
Secara makro, pengaruh positif HTI terhadap lingkungan dapat dideteksi dan dipantau dari berkurangnya banjir, terhindarnya longsor ataua menggenangnya air di pemukiman sepanjang sungai, terutama pada sungai-sungai yang melintas dia tengah-tengah kawasan hutan. Dampak hamparan hutan tanaman adalah membaiknya kondisi hidrologis yang dapat menahan erosi dan mencegah banjir.
Pada perusahaan HTI di PT. Musi Hutan Persada diperoleh definisi bahwa yang dilakukan oleh perusahaan tersebut adalah reforestasi menurut FAO yang menyatakan bahwa itu adalah kegiatan membangun kembali sosok fisik hutan, sesudah terbuka minimal sepuluh tahun baik oleh sebab alami maupun sebab gangguan manusia. Selain itu, HTI tersebut masuk dalam kelompok rehabilitasi lahan hutan rusak sebagai akibat daria pembalakan yang berlebihan, manaajemen lingkungan yang buruk, kebakaran yang berulang, dan kegiatan penggunaan lahan yang amerusaka kesuburan tanah yang semuanya itu menghambat pembentukan kembali hutan secara alami. Seandainya pemerintah tidaka mengharuskan pengusaha HTI membangun kawasan konservasi, yang tegakannya tidak boleh diganggu , kawasana itu dapat ditanami dengan tanaman pokok yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Untuka menjaga biodiversitas pada HTI yang monokultur, memiliki kawasan konservasi dan mempertahankan spesies-spesies local pada sempadan sungai sangat diperlukan.
2.2.4  HTI untuk kesejahteraan masyarakat
2.2.4.1  Pembangunan masyarakat desa hutan (PMDH)
Untuk memenuhi keputusan Menteri Kehutanan No. 523/Kpts-II/1997 (14 Agustus 1997) tentang Pembinaan Masyarakat Hutan Desa, perusahaan HTI di PT. Musi Hutan Persada melakukan hal-hal sebagai berikut :
1.      Membangun HTI-Transmigrasi,
2.      Mengembangkan tumpang sari,
3.      Membina usaha tani,
4.      Melakukan peningkatan keterampilan,
5.      Membina pendidikan,
6.      Menyediakan prasarana sosial ekonomi,
7.      Melakukan kegiatan sosial lain-lain.
2.2.4.2 Kinerja membangun hutan bersama masyarakat (MHBM)
Program Mengelola Hutan Bersama Masyarakat (MHBM) yang dimulai tahun 1999 adalah sebuah pola penanaman HTI A. mangium yang :
1.      Memperkerjakan anggota masyarakat yang tergabung adalam sebuah kelompok menanam dan memelihara A. mangium sampai umur daur di dalam kawasan HPHTI;
2.      Kelompok masyarakat ini diperkerjakan karena semula mengklaim bahwa lahan HTI itu lahan warga.
3.      Dalam melaksanakan pekerjaan itu mereka dibayar untuk menanam dan memelihara dan mendapt bagian hasil dari bekerja di hutan (jasa produksi);
4.      Kelompok mereka memperoleh jasa manajemen atas HTI sebesar satu persen dari setiap nilai transaksi;
5.      Mereka juga memperoleh pendapatan dari produksi tumpang saari tiga komoditas agroferstry yaitu sayuran, penggemukan ternak, dan ikan;
6.      Untuk menghindarkan salah pengertian yang dapat mendorong terjadinya konflik, kegiatan tersebut diliput dalam sebuah nota kesepahaman dengan kelompok masyarakat.
2.2.4.3 Kinerja membangun hutan rakyat (MHR)
Program MHR juga dimulai pada tahun 1999 dengan ketentuan sebagai berikut :
1.      Menanam A. mangium pada lahan milik masyarakat di luar kawasan konsesi HTI, namun ter-enclave oleh hutan tanaman. Kawasan tersebut  mungkin berupa belukar, kebun karet, atau pemukiman sementara;
2.      Peserta MHR adapula anggota masyarakat yang semula menanam karet, namun melihat nilai perolehan yanag lebih besar dengan menanam A. mangium, dengan suka rela tanpa paksaan, mereka mengikuti program MHR;
3.      Perusahaan memberikan pinjaman kepada kelompok tani, dana memberi bimbingan usaha persiapan lahan, penanaman, pemeliaharaan tanaman dan pemanenan;
4.      Mereka mendapat bayaran pada setiap pekerjaan (jasa jerja), mendapat bagi hasil dari nilai bersih kayunya pada akhair daur, yaitu nilai kayu setelah dikurangi dengan biaya operasional. Bagi hasil ini adalah 60% untuk perusahaan dan sisanya 40% untuka peserta.
5.      Untuk meningkatkan kemampuan dalam menanam A. mangium, diundang pula keterlibatan LSM, seperti yang dilakukan pada MHBM.
Manfaat program ini adalah manfaat ekonomi berupa meningkatnya kesejahteraan masyarakat berkat adanya kepastian kerja dan kepastian hasil usaha, kepastian mendapat bagi hasil atas hasil akhir dan memperoleh berbagai bimbingan untuka meningkatkan keterampilan menanam.

2.3  Kendala Pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI)
2.3.1  Inkonsisten Kebijakan
Disiratkan di dalam PP 7/1990, bahwa tujuan pembangunan HTI adalah membangun hutan industri untuka memasok bahan baku ke industri pulp. Karena itu, luasan yang diberikan adalah lima kali HTI untuk kayu konstruksi. Dari tujuan ini pula nampak bahwa pembentukana badan hukum patungan adalah untuk menarik sektor swasta yang alebih mampu mencari dana untuk membangun pabrik pulp.
 2.3.2 Kelancaran Aliran Dana Reboisasi
Kendala utama pembangunan HTI adalah berkurangnya pasokan dana dari pemerintah baik dalam bentuk PMP, pinjaman tanpa bunaga atau pinjaman bunga komersial. Kendala kedua adalah tersendatnya aliran masuk DR ke kantong Departemen Kehutanan, karena pembayaran DR ditentukan oleh industri pengolahan kayu hulu (IPKH). Kendala ketiga berkurangnya DR karena dilakukan berbagai alokasi yang keliru, tidak sesuai dengan peruntukannya. Kendala keempat adalaha berubahnya kebijakan pemerintah sebagai akibat dari menurunnya penerimaan dana. Kendala kelima adalah perubahan kebijakan pendanaan dengan DR dengan terbitnya PP 35/2002 tanggal 8 Juni 2002 tentang Dana Reboisasi.
2.3.3 Konflik Lahan
Konflik lahan adalah pernyataan tidak adanya kepastian hukum karena hukum dari pemerintah pusat tidak dihargai di kabupaten dan keduanya tidak dihargai oleh masyarakat. Konflik terjadi karena masyarakat sekita kawasan pembangunan HTI menuntut kembali lahan-lahan yang mereka anggap sebagai lahan warga. Disamping pengembalian lahan, mereka juga menuntut ganti rugi tanam tumbuh dan pembangunan fasilitas masyarakat. Namun ujung dari tuntutan adalah kehendak untuk diterima bekerja.
2.3.4 Bencana Kebakaran Hutan
Di perusahaan HTI di PT. Musi Hutan Persada sangat sadar bahwa musuh terbesar hutan adalah api, khususnya pada musim kemarau. Perusahaan HTI di PT. Musi Hutan Persada sudah mengembangkan sistem pengendalian api. Ada tiga unit kerja yang memiliki tanggung jawab khusus yaitu unit pengamatan, unit pelaporan/informasi/instruksi, dan unit pemadaman. Perusahaan juga telah menyiapkan kalender tahunan siapa api, yang memuat tata waktu siaga api dan kebakaran.

III. PENUTUP

Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas maka dapat ditarik kesimpulan yaitu sebagai berikut :
a.    Kriteria keberhasilan HTI yaitu semuanya terdapat di dalam PP 7/1990, sebagai dasar hukum bagi dibangunnya HTI.
b. -    Kinerja implemenatasi HTI sebagai sebuah kegiatan ekonomi yaitu dengan tujuan memproduksi kayu bulat dari hasil HTI pada kawasan hutan yang telah ditunjuk dan ditetapkan dengan pertimbangan pembangunan HTI.
- HTI sebagai pusat pembangunan kutub pertumbuhan (growt pole) daerah yaitu memberikan kontribusi bagi pembangunan ekonomi daerah, menyumbang pada Pendapatan Asli Daerah berupa pajak perseroan, retribusi dan sumbangan-sumbangan untuk kegiatan insidentil, penyediaan kesempatan kerja, baik bagi pekerja tetap maupun pekerja borongan memperluas kesempatan kerja dan kesempatan berusaha termasuk usaha yang mendukung usaha pokok yaitu pembangunan HTI.
-   HTI untuk memperbaiki mutu lingkungan yaitu tanah yang semula terbuka dan terdegradasi menjadi tertutup dan bertambahnya mulsa dari dedaunan tanaman industri yang dipastikan akan memperbaiki struktur dan kesuburan tanah.
-  HTI untuk kesejahteraan masyarakat yaitu dengan pembangunan masyarakat desa hutan (PMDH), pembangunan hutan bersama masyarakat, dan pembangunan hutan rakyat.
c.         Kendala yang dihadapi dalam pembangunan HTI yaitu inkosistensi kebijakan, kelancaran aliran dana   reboisasi, konflik lahan dan bencana kebakaran hutan


2 komentar:

  1. Bagus sekali bang tulisannya, hanya sayang saya tidak menemukan daftar pustakanya hehe.
    salam kenal bang saya mahasiswa kehutanan dari Universitas Bengkulu.
    Salam Rimba.

    BalasHapus

  2. Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.

    Nama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.

    Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.

    Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.

    Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut

    BalasHapus